Welcome to my blog, semoga informasinya bisa bermanfaat ...
Thank's for visit guys...

Sabtu, 13 Mei 2023

MEKANISME PELEPASAN OBAT

       1. Sistem Matriks

Sistem matrik adalah obat berada didalamnya atau dicampur dengan bahan matrik, dimana matrik dapat berasal dari bahan yang bersifat hidrofil atau hidrofob, sehingga dapat menghalangi pelepasan obat secara cepat (Shargel & Yu, 2005). Sistem matrik merupakan teknik yang paling banyak digunakan karena sangat mudah penerapannya. Obat dengan konsentrasi yang lebih kecil dari matriks akan tersuspensi secara merata dan terlindungi dari adanya air, kemudian obat akan keluar dengan cara berdifusi secara lambat. Pelepasan obat dari matriks terjadi dengan cara hidrasi ketika matriks hidrofilik kontak dengan air. Proses hidrasi ini berkaitan dengan meningkatnya ukuranmolekul polimer sebagai konsekuensi dari masuknya cairan ke dalam sistem matriks. Kemudian polimer akan mengalami transisi dan terbentuk fase luar dari fasa kristalin menjadi rubbery state dan dikenal sebagai lapisan gel. Cairan selanjutnya terus berpenetrasi memasuki lapisan gel dan intitablet yang belum terbasahi. Semakin banyak air yang memasuki sistem matriks makasemakin tebal lapisan gel yang terbentuk.Pada saat yang bersamaan hampir seluruhrantai polimer yang telah terbasahi secara bertahap mengalami relaksasi sampai hilangkonsistensinya dan terjadilah erosi matriks pada tablet.

Sistem pelepasan tablet ini memiliki keuntungan

  • Dapat menjaga konsentrasi terapetik selama periode pengobatan yang diperpanjang
  • Menghindari konsentrasi obat yangtinggi di dalam darah
  • Mengurangi toksisitas dengan memperlambat absorbsi obat
  • Meningkatkan efektifitas pengobatan
  • Mengurangi akumulasi obat untuk obat yangditujukan untuk penyakit kronis
  • Dapat digunakan untuk menghantarkan senyawadengan berat molekul yang tinggi
  • Meningkatkan stabilitas dengan melindungi obat darihidrolisis atau perubahan lingkungan yang ada di saluran pencernaan
  • Mengurangi biaya pengobatan dan meningkatkan kenyamanan pasien

Sedangkan untuk kerugian dari sistem matriks antara lain adalah

  • Sisa matriks yang tersisa setelah obat dilepaskan harus dihilangkan,
  • Tergantung dari waktu tinggal sediaan dalam gastrointestinal dan meningkatnya potensial metabolisme lintas pertama

2. Sistem Mukoadhesif

Mukoadhesif merupakan bentuk sediaan bioadhesif yang membentuk ikatan dengan membran mukosa sehingga dapat meningkatkan waktu tinggal obat. Sistem ini memungkinkan waktu pelepasan dan penyerapan obat lebih lama dan konstan di tempat/ lokasi terjadinya absorpsi, sehingga ketersediaan hayati obat meningkat. Adanya ide pembuatan sediaan mukoadhesif diawali dengan adanya kebutuhan pengobatan secara lokal pada bagian tertentu di saluran pencernaan.

Sistem mukoadhesif digunakan untuk mengatasi keterbatasan waktu tinggal obat dalam lambung. Dengan sistem ini, obat akan ditahan untuk waktu yang lebih lama dalam saluran pencernaan, selain itu dengan adanya lokalisasi obat pada suatu daerah absorbsi, akan menyebabkan proses absorbsi obat menjadi lebih efektif. Dengan diperpanjangnya waktu absoprsi obat dalam lambung diharapkan efek terapeutik dari obat tersebut juga meningkat dan meminimalkan resiko efek samping akibat frekuensi pemberian yang terlalu sering.  Polimer bioadhesif bukan saja mampu memberikan efek adhesif tetapi juga dapat mengontrol laju pelepasan obat.

Mekanisme mukoadhesi adalah sebagai berikut

  • Adanya kontak intim antara bioadhesive dan membran (ada pembasahan atau fenomena pengembangan).
  • Penetrasi bioadhesive ke jaringan atau ke permukaan mukosa (interpenetrasi)

Material mukoadesif kebanyakan adalah dalam bentuk sintetis, hidrofi lik alami, atau polimer yang tidak larut air dan mampu membentuk sejumlah ikatan hidrogen karena adanya gugus karboksil, sulfat atau gugus hidroksi. Polimer sintetis untuk mukoadhesif  misalnya karbomer, hidroksi propil selulosa (HPC), hidroksi propil metil selulosa (HPMC), hidroksi etilselulosa, natrium karbolsimetil selulosa, polimer metakrilat dan polikarbonil. Polimer alami misalnya xantan gum, natrium alginat, gelatin, akasia, dan tragakan. Polimer alami lebih unggul dibandingkan polimer sintetis karena memiliki toksisitas yang rendah dan biodegradasi yang baik sehingga banyak digunakan untuk bahan tambahan sediaan farmasi. Laju pelepasan obat dari polimer alami tergantung pada beberapa faktor yakni faktor fisikokimia dari obat dan polimer, tingkat biodegradasi polimer (Muhidinov et al., 2008), morfologi dan ukuranpartikel, kompatibilitas termodinamika yang ada antara polimer dan zat aktif atau obat, serta sistem penghantarannya (Liu et al., 2004). Meskipun demikian, polimer sintetis seperti HPMC juga memiliki toksisitas yang rendah dan kemudahan dalam manufaktur sehingga polimer ini banyak diaplikasikan sebagai bahan matriks dalam sediaan farmasi

Proses mukoadhesi ditentukan oleh berbagai faktor, baik dari formulasinya maupun dari lingkungan tempat sistem mukoadhesif tersebut diaplikasikan. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi mukoadhesi antara lain

  • Konsentrasi polimer, semakin tinggi konsentrasi polimer yang digunakan maka gaya adhesi akan semakin kuat.
  • Konformasi polimer, konformasi polimer seperti bentuk heliks dapat menyembunyikan gugus aktif polimer sehingga akan menurunkan kekuatan adhesi.
  • Bobot molekul polimer, pada polimer linear semakin besar bobot molekulnya maka kemampuan mukoadhesif akan semakin tinggi pula.
  • Fleksibilitas rantai polimer, penting untuk interpenetrasi dan pengikatan rantai polimer dengan rantai musin. Jika penetrasi rantai polimer ke mukosa berkurang, maka akan menurunkan kekuatan mukoadhesif.
  • Derajat hidrasi, jika berlebihan akan mengurangi kemampuan mukoadhesif karena pembentukan mucilage yang licin.
  • pH, dapat mempengaruhi muatan pada permukaan mukosa dan polimer sehingga akan mempengaruhi adhesi.
  • Waktu kontak awal antara sistem mukoadhesif dan lapisan mukosa, semakin tinggi waktu kontak awal maka kemampuan mukoadhesif juga akan meningkat.
  • Variasi fisiologis, seperti ketebalan mucus dan pergantianmusin dapat mempengaruhi mukoadhesi.

    3. Sistem difusi

Mekanisme pelepasan difusi adalah suatu proses dimana matrik yang dilindungi oleh suatu membran yang tidak larut, sehingga laju pelepasan obat diatur oleh permeabilitas membran atau  matrik dan matrik sulit terkikis oleh medium. Sedangkan mekanisme pelepasan erosi adalah suatu matrik akan mengalami pengikisan karena adanya komponen penyusun tablet yang terlarut sehingga tablet hancur dan zat aktif dilepaskan.

Difusi bukan satu-satunya cara pelepasan obat dari matriks, tetapi erosi matriks yang mengikuti relaksasi dari polimer juga mengambil peran dalam pelepasan obat. Kontribusi relatif dari masing-masing komponen pada pelepasan total terutama tergantung pada sifat bahan obat. Penetrasi air ke dalam polimer menyebabkan pengembangan polimer, dan pada saat yang bersamaan, obat yang larut akan berdifusi melalui polimer yang mengembang ke media luar.

Kamis, 01 Oktober 2020

PROPOSAL PENELITIAN "FORMULASI LULUR BENGKUANG (Pachyrhizus erosus L)"

BAB I PENDAHULUAN

 A.      Latar Belakang Penelitian

Kulit adalah bagian tubuh yang terletak paling luar. Kulit merupakan organ yang essensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga sangat bergantung pada lokasi tubuh. Kulit juga merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan.

Paparan sinar matahari selain menyebabkan efek menguntungkan namun juga memberikan efek yang merugikan pada tubuh manusia, tergantung pada panjang dan frekuensi paparan, intensitas sinar matahari serta sensitivitas individu yang terpapar. Manusia membutuhkan sinar matahari untuk membantu pembentukan vitamin D namun paparan sinar matahari yang berlebihan dapat menimbulkan efek yang merugikan bagi kulit manusia karena sinar ultraviolet yang terkandung didalamnya, kerusakan yang muncul misalnya eritema, sunburn, penuaan dini dan kanker kulit.

Bengkoang adalah salah satu buah yang populer dimanfaatkan sebagai bahan perawatan kulit. Umbi bengkoang segar kaya akan vitamin C. Vitamin C adalah antioksidan kuat yang larut dalam air yang membantu tubuh untuk mengikat radikal bebas berbahaya. Semua nutrisi inilah yang membuat bengkoang dipercaya mampu memutihkan, mencerahkan dan mengencangkan kulit.

Penggunaan umbi bengkuang dalam merawat kulit dirasa kurang praktis karena selain proses pembuatannya membutuhkan waktu yang lama dalam penggunaannyapun dirasakan kurang nyaman dan kurang efektif. Untuk itu perlu dilakukan formulasi sediaan terhadap bengkuang dengan tujuan memberi rasa nyaman dan lebih praktis pada saat digunakan.

 

B.       Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1.        Bagaimana formulasi sediaan lulur umbi bengkuang?

2.        Bagaimana proses pembuatan sediaan lulur umbi bengkuang?

 

C.      Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu:

1.        Untuk mengetahui formulasi sediaan lulur umbi bengkuang;

2.        Untuk mengetahui proses pembuatan sediaan lulur umbi bengkuang.

 

D.      Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi berbagai pihak bahwa umbi bengkuang memiliki khasiat sebagai antioksidan dan mampu merawat kulit serta sediaan lulur umbi bengkuang dapat digunakan sebagai pengembangan teknologi sediaan farmasi pada masa yang akan datang.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA

 A.    Bengkuang (Pachyrhizus erosus L)

1.      Klasifikasi Bengkuang (Pachyrhizus erosus L)

Kingdom           : Plantae ( Tumbuhan )

Subkingdom      : Trachebionta ( Tumbuhan berpembulu )

Super divisi       : Spermatophyta ( Menghasilkan biji )

Divisi                 : Magnoliophyta ( Tumbuhan berbunga )

Kelas                 : Magnoliopsida ( berkeping dua/ dikotil )

Sub kelas           : Rosidae

Ordo                  : Fabeles

Famili                : Fabeceae ( suku polong – polongan )

Genus                : Pachyrhizus

Spesies              : Pachyrhizus erosus L

2.      Deskripsi Tanaman Bengkuang (Pachyrhizus erosus L)

Bengkoang atau bengkuang adalah salah satu tanaman umbian yang termasuk dalam suku polong – polongan yang berasal dari Amerika tropis. Tanaman ini dikenal dengan sebutan xicama atau jicama sedangkan orang jawa menyebut tanaman ini adalah besusu.

3.      Morfologi Bengkuang (Pachyrhizus erosus L)

3.1. Batang  

Batang tanaman bengkoang pendek sekitar 1-2 m , batang menjalar, dan membelit, memiliki ruas – ruas halus, dan mengarah kebawah. Batang tanaman ini pada umumnya berwarna kehijauan hingga kecoklatan, dan memiliki tunas baru disekitarnya.

3.2. Daun 

Daun tanaman ini majemuk yang menyirip dengan anakan 3 daun, bertangkai mencapai 8-16 cm, anakan daun berbentuk bulat melebar, pangkal daun runcing dan bergerigi besar serta berambut kedua sisi membelah dari sisinya, anak daun pangkal ujung membesar dan juga membelah hampir menyerupai ketupat.

3.3.Bunga 

Bunga tanaman ini tersusun dalam tandan yang tumbuh pada ketiak daun, bunga ini memiliki panjang 60 cm, berambut coklat, dan berbentuk hampir menyerupai lonceng. Selain itu, bunga memiliki mahkota berwarna kebiruan hingga keungguan, gundul, dengan panjang 2 – 3 cm, tangkai sari pipih, dan pangkal bagian ujung menggulung.

3.4.Biji 

Biji tanaman termasuk polong, berbentuk garis, pipih, dengan panjang 8-13 cm, berambut, berbeiji 4-9 butir dan biji ini berwarna kecoklatan disertai dengan serat halus.

3.5.Akar 

Akar tanaman termasuk perakan serabut tungggal dan berumbi, berwarna keputihan hingga kecoklatan, dengan kedalaman mencapai 10-20 cm bahkan lebih. Perakaran ini bermanfaat untuk menyimpan cadangan makanan dan membantu menyerap unsur air dari dalam tanah. 

4.      Kandungan dan Manfaat Tanaman Bengkuang (Pachyrhizus erosus L)

Bengkoang sering dimanfaatkan sebagai bahan konsumsi harian ataupun dijadikan bahan herbal untuk membuat ramuan kecantikan serta untuk mengobati berbagai macam penyakit. Umbi bengkoang memiliki beberapa kandungan gizi seperti vitamin A (retinol), thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), piridoksin (vitamin B6), vitamin C (asam askorbat), asam pantotenat, asam folat, protein, dan niacin.

Selain itu, terdapat juga kandungan lain berupa mineral seperti kalsium, fosfor, glukosa, zat besi, dan inulin. Ada juga kandungan kimia yang ditemukan pada umbi bengkoang seperti rotenon dan pachyrhizon.

Umbi bengkoang sangat cocok untuk merawat kulit kering karena memiliki sifat pendingin yang didapatkan dari tingginya kadar air pada bagian umbinya. Penggunaan bengkoang sebagai bahan dasar untuk merawat kulit sangat mudah ditemukan pada produk-produk kosmetik pemutih dan pelembab kulit.

Selain sebagai bahan untuk merawat kulit, kandungan inulin pada umbi bengkoang juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti gula dan sekaligus menjadi penurun jumlah kalori pada makanan. Inulin juga berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dari bakteri baik pada usus kita. 

 

B.       Simplisia

1.        Pengertian

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM, 2008).

Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu, sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan sediaan herbal yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2005).

2.        Penggolongan Simplisia

Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

2.1 Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnyaatau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya (Ditjen POM, 1995).

2.2 Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan dan madu (Gunawan, 2010).

2.3 Simplisia pelikan atau mineral 

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana. Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010).

3.        Proses Pembuatan Simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan, yaitu:

3.1 Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda yang tergantung pada beberapa faktor, antara lain: bagian tumbuhan yang digunakan, umur tumbuhan atau bagian tumbuhan pada saat panen, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tumbuhan yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam bagian tumbuhan atau tumbuhan pada umur tertentu. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:

·         Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah. 

·         Buah

Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum), setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat perubahan warna/ bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam, dan pepaya).

·         Bunga

Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup (seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah mulai mekar (misalnya Rosa sinensis, mawar).

·         Daun atau herba

Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun tua.

·         Kulit Batang

Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.

·         Umbi Lapis

Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah (Allium cepa)

·         Rimpang

Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar maksimum.

·         Akar

Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan mematikan tanaman yang bersangkutan.

3.2    Sortasi Basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar. Sortasi dilakukan terhadap :

·         Tanah atau kerikil,

·         Rumput-rumputan

·         Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan

·         Bagian tanaman yang rusak (dimakan ulat atau sebagainya).

3.3    Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang tercemar peptisida. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia.

3.4    Pengubahan Bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin cepat kering. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. 

3.5    Pengeringan

Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut:

·           Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri.

·           Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif

·           Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah disimpan, tahan lama, dan sebagainya).

3.6    Sortasi Kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang rusak

3.7    Pengepakan dan Penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara simplisia satu dengan lainnya (Gunawan, 2010)

C.      Lulur

1.        Pengertian Lulur

Lulur  adalah  kosmetika yang digunakan untuk  merawat  dan  membersihkan kulit  dari kotoran dan sel kulit mati (Septiana Indratmoko, 2017). Lulur adalah sediaan kosmetik tradisional yang diresepkan dari turun-temurun digunakan untuk mengangkat sel kulit mati, kotoran, dan membuka pori-pori sehingga pertukaran udara bebas dan kulit menjadi lebih cerah dan putih. Lulur terbagi beberapa bentuk sediaan yaitu lulur bubuk, lulur krim, ataupun lulur kocok/cair (Pramuditha, 2016).

Lulur berbeda dengan scrub dapat dilihat dari tekstur lulur yang berupa butiran halus dan mudah mengering (Putra, 2016).

Lulur merupakan bentuk sediaan cair maupun setengah padat yang berupa emulsi untuk mengangkat kotoran sel kulit mati yang tidak terangkat sempurna oleh sabun dan memberikan kelembaban serta mengembalikan kelembutan kulit, seperti kelenjar rambut dan keringat, untuk mendapatkan efek maksimal lulur digunakan selama 30 menit pada kulit tubuh agar dapat meresap dengan baik kedalam kulit (Hari, 2015).

2.        Jenis-jenis Lulur

2.1    Lulur Mandi (Body scrub)

Lulur mandi atau dalam beberapa produk agar tampak modern ditulis dengan istilah body scrub, merupakan lulur yang digunakan saat tubuh dalam keadaan basah (mandi). Penggunaannya adalah dengan mengoleskan pada seluruh bagian tubuh lalu menggosoknya perlahan. Setelah digosok-gosok, bilas tubuh dengan air tanpa menggunakan sabun mandi. Lulur jenis ini relatif lebih cocok digunakan untuk pemilik kulit sensitif karena butiran scrub yang lebih kecil dan lembut, penggunaannya saat kulit dalam keadaan basah, dan terdapat bahan pembawa yang berfungsi melicinkan kulit sehingga akan terhindar dari iritasi saat penggosokan.

2.2    Lulur Kocok

Lulur ini berbentuk lulur yang berair tapi tidak terlarut (suspensi). Sebelum digunakan, botol kemasan lulur dikocok terlebih dahulu, oleh karenanya lulur ini sering disebut lulur kocok. Penggunaannya adalah dengan mengoleskan lulur pada kulit yang kering lalu setelah mengering lulur tersebut digosok-gosok sehingga kotoran dari tubuh akan terlepas. Setelah itu bilas dengan air tanpa sabun.

2.3    Lulur Bubuk

Lulur ini berupa serbuk lulur kering yang penggunaannya dengan mengencerkan atau mengentalkannya terlebih dahulu dengan air biasa/air mawar sebelum digunakan. Setelah cukup encer/kental, kemudian lulur dioleskan ke seluruh tubuh (dalam keadaan kering atau sedikit basah) sambil digosok-gosok. Tunggu beberapa menit atau sampai mengering, lalu bilas dengan air tanpa sabun. Lulur jenis ini lebih praktis karena kemasannya mudah dibawa dan penggunaannya lebih mudah.

2.4    Lulur Tradisional

Jenis lulur ini hampir menyerupai lulur mandi. Tetapi penggunaannya berbeda dengan lulur mandi. Lulur tradisional biasanya berasal dari bahan-bahan dan rempah-rempah yang sangat bermanfaat untuk menjaga kecantikan dan kehalusan kulit. Lulur tradisional ini digunakan saat tubuh dalam keadaan kering. Setelah lulur dioleskan pada tubuh, digosok pada tubuh. Biasanya lulur yang setelah digosok pada tubuh akan berubah warna menjadi kecoklatan atau kehitaman yang menandakan keluarnya kotoran pada tubuh.



BAB III METODE PENELITIAN

A.      Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan digital, cawan porselin, batang pengaduk, mortar, stamper, sudip, beker gelas, gelas ukur, water bath, pot/ tempat kosmetik, alat daya lekat, objek gelas, pH meter, viskometer boorkfield.

Bahan – bahan yang digunakan yaitu serbuk bengkuang, tepung beras, aquadest, madu, cetyl alcohol, propilen glikol, tritanolamin, asam stearate, gliserin, nipagin.

B.       Prosedur Pembuatan

1.        Determinasi Tanaman

Determinasi bengkuang (Pachyrhizus erosus L) dilakukan dengan mencocokan dari morfologi yang ada pada bengkuang (Pachyrhizus erosus L) terhadap pustaka dan dibuktikan di Laboratorium Biologi Universitas Perjuangan.

2.        Pengambilan Sampel

Sampel bengkuang (Pachyrhizus erosus L) diperoleh di Desa Cigadog Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dengan cara mengambil bengkuang (Pachyrhizus erosus L) yang muda atau menuju tua, lalu memilih bengkuang (Pachyrhizus erosus L) yang tidak rusak untuk dijadikan sampel.

3.        Pengolahan Sampel

Sampel bengkuang (Pachyrhizus erosus L) yang telah diambil dicuci bersih dengan air mengalir lalu ditiriskan. Daun bengkuang yang sudah bersih disortasi basah dan ditimbang. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan cara menjemur bengkuang yang telah ditutup kain hitam dibawah sinar matahari . Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk kasar lalu disimpan di dalam wadah plastik tertutup.

4.        Pembuatan Lulur

Fase minyak (cetyl alcohol dan asam stearate) dan fase air (propilen glikol, gliserin, trietanolamin dan air) di leburkan di atas water bath pada suhu 70˚C. fase air dan fase minyak dimasukan ke dalam mortir panas aduk hingga membentuk basis body scrub, kemudian tambahkan serbuk bengkuang dan tepung beras lalu aduk sampai homogen. Dibiarkan dingin lalu pindahkan kedalam pot.

5.        Rancangan Konsentrasi Formula

Bahan

Formula 1

Formula 2

Formula 3

Bengkuang

10

5

10

Tepung beras

5

10

10

Cetyl alkohol

3

3

3

Asam stearat

5

5

5

Propilenglikol

5

5

5

Gliserin

15

15

15

TEA

4

4

4

Air

53

53

48